Bukan kata-kata puitis, sebenarnya, yang ingin kusampaikan.
Sebab tidak tahu harus melakukan apa disela-sela perkuliahan yang tiba-tiba diliburkan.. iseng, aku mampir dan mencoba berselancar tanpa tujuan di warung internet UPI.
Kuketik beberapa frasa yang melintas di benakku pada kotak pencarian, menggeser-geser mouse, lalu membuka sebuah blog yang menarik perhatian.
Frasa yang kuketik berbunyi: ketika hatimu tenang. Dan tulisan yang kubaca berjudul: Cara Terbaik Menenangkan Hati yang Sedang Kecewa.
Ada banyak sekali tulisan dengan tema serupa, tapi alih-alih membaca tulisan tersebut.. mataku menangkap kalimat-kalimat yang terdapat di kolom komentar.
Membacanya dari atas kebawah dengan khidmat, aku mendapati diriku asyik dengan semua kisah yang disajikan disana. Tentu aku tahu bahwa rasanya tidak pantas menikmati semua kisah memilukan yang dialami orang lain.. hanya saja, lebih daripada itu, ada sesuatu
yang tersimpan disana. Ada sesuatu yang disediakan untuk kuambil dan kuresapi.
Ini tentang hati semua orang.
Selama ini, meski dengan kesadaran akan keberadaan manusia lain di muka bumi.. aku selalu merasa bahwa ini tentang aku. Bahwa dunia adalah tentang hidupku. Tentang apa yang kurasa, tentang apa yang kupikirkan.
Dengan kejam aku mengabaikan milyaran hati milik orang lain.
Kukesampingkan semua luka pada hati-hati tersebut.
Aku tidak peduli. Tidak berniat untuk peduli.
Ketika aku jatuh dan putus asa, seolah aku berseru pada dunia, "Hei! Lihat aku! Lihat lukaku! Aku terperosok jatuh sendirian... tidak ada yang mengerti apa yang aku rasa saat ini.."
Lalu aku menganggap dukaku sebagai dewa. Dan tak ada yang mengerti. Aku mulai berpikiran buruk tentang orang lain. Saat mereka tertawa, aku mulai beranggapan bahwa mereka menertawakan lukaku.
Saat mereka bersikap tak acuh, kupikir mereka mengabaikan rasa sakitku.
Aku membenci mereka. Membenci setiap tindakan.
Lalu, setelah ini, setelah kubaca komentar-komentar tersebut, aku mulai melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.
"Hei, apakah ketika kamu merasa terluka, kamu menceritakan luka tersebut pada orang-orang?"
Tidak.
"Lalu bagaimana mereka tahu?"
Setidaknya orang-orang terdekatku harus tahu.
"Kenapa orang-orang terdekatmu harus tahu?"
Sebab mereka selalu bersamaku, harusnya mereka paham betul apa yang kurasakan.
"Benar, tapi bagaimana cara mereka tahu tanpa kamu mengatakannya?"
Dengan memperhatikan tindakanku.
"Baik, anggaplah mereka mengetahui bahwa kamu sedang terluka. Lalu apa yang kamu inginkan dari mereka?"
Mengerti aku.
"Bagaimana cara yang tepat untuk menunjukannya?"
Dengan tidak tertawa, sebab aku sedang bersedih.
"Bagaimana jika mereka bermaksud menghiburmu saat itu?"
...
"Saat kau merasa mereka mengabaikanmu, bagaimana jika saat itu mereka tengah berusaha diam, dan mempersilakan kamu berduaan dengan pikiranmu?"
...
"Saat mereka memberi nasehat, mereka sebenarnya bingung bagaimana cara yang tepat menyampaikannya padamu.. agar kamu kembali bangkit."
...
"Jika mereka terlalu banyak berbicara, mereka takut kamu merasa mereka hanya asal mengatakannya tapi tidak tahu bagaimana rasanya, oleh sebab itu mereka diam."
...
"Ketika mereka diam, pada saat itulah mereka khawatir."
...
"Tapi mereka yakin kamu bisa mengatasinya."
...
"Mereka hanya menunggu kamu siap untuk menceritakan segalanya."
...
"Boleh jadi, pada saat yang sama... mereka pun tengah terluka."
...
"Tapi mereka memilih bungkam, tahu kamu sedang bersedih."
Sebab dunia ini bukan hanya tentang dukaku.. Ini tentang duka semua orang. Tentang hati semua orang.
Ada banyak hati rapuh diluaran sana. Yang tetap bertahan meski telah sobek, telah tersayat, telah hancur.
Ada banyak air mata darah. Sebab pada dasarnya, kita adalah pengembara asing di dunia ini. Semua dengan halangan dan rintangannya masing-masing.
Hidup memberi kita pilihan, apakah kita akan berfokus dan terpuruk pada duka kita sendiri. Atau memilih menyibukkan diri membalut luka orang lain.
Ini bukan hanya tentang hatiku. Ini tentang hati semua orang.
Sebab tidak tahu harus melakukan apa disela-sela perkuliahan yang tiba-tiba diliburkan.. iseng, aku mampir dan mencoba berselancar tanpa tujuan di warung internet UPI.
Kuketik beberapa frasa yang melintas di benakku pada kotak pencarian, menggeser-geser mouse, lalu membuka sebuah blog yang menarik perhatian.
Frasa yang kuketik berbunyi: ketika hatimu tenang. Dan tulisan yang kubaca berjudul: Cara Terbaik Menenangkan Hati yang Sedang Kecewa.
Ada banyak sekali tulisan dengan tema serupa, tapi alih-alih membaca tulisan tersebut.. mataku menangkap kalimat-kalimat yang terdapat di kolom komentar.
Membacanya dari atas kebawah dengan khidmat, aku mendapati diriku asyik dengan semua kisah yang disajikan disana. Tentu aku tahu bahwa rasanya tidak pantas menikmati semua kisah memilukan yang dialami orang lain.. hanya saja, lebih daripada itu, ada sesuatu
yang tersimpan disana. Ada sesuatu yang disediakan untuk kuambil dan kuresapi.
Ini tentang hati semua orang.
Selama ini, meski dengan kesadaran akan keberadaan manusia lain di muka bumi.. aku selalu merasa bahwa ini tentang aku. Bahwa dunia adalah tentang hidupku. Tentang apa yang kurasa, tentang apa yang kupikirkan.
Dengan kejam aku mengabaikan milyaran hati milik orang lain.
Kukesampingkan semua luka pada hati-hati tersebut.
Aku tidak peduli. Tidak berniat untuk peduli.
Ketika aku jatuh dan putus asa, seolah aku berseru pada dunia, "Hei! Lihat aku! Lihat lukaku! Aku terperosok jatuh sendirian... tidak ada yang mengerti apa yang aku rasa saat ini.."
Lalu aku menganggap dukaku sebagai dewa. Dan tak ada yang mengerti. Aku mulai berpikiran buruk tentang orang lain. Saat mereka tertawa, aku mulai beranggapan bahwa mereka menertawakan lukaku.
Saat mereka bersikap tak acuh, kupikir mereka mengabaikan rasa sakitku.
Aku membenci mereka. Membenci setiap tindakan.
Lalu, setelah ini, setelah kubaca komentar-komentar tersebut, aku mulai melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.
"Hei, apakah ketika kamu merasa terluka, kamu menceritakan luka tersebut pada orang-orang?"
Tidak.
"Lalu bagaimana mereka tahu?"
Setidaknya orang-orang terdekatku harus tahu.
"Kenapa orang-orang terdekatmu harus tahu?"
Sebab mereka selalu bersamaku, harusnya mereka paham betul apa yang kurasakan.
"Benar, tapi bagaimana cara mereka tahu tanpa kamu mengatakannya?"
Dengan memperhatikan tindakanku.
"Baik, anggaplah mereka mengetahui bahwa kamu sedang terluka. Lalu apa yang kamu inginkan dari mereka?"
Mengerti aku.
"Bagaimana cara yang tepat untuk menunjukannya?"
Dengan tidak tertawa, sebab aku sedang bersedih.
"Bagaimana jika mereka bermaksud menghiburmu saat itu?"
...
"Saat kau merasa mereka mengabaikanmu, bagaimana jika saat itu mereka tengah berusaha diam, dan mempersilakan kamu berduaan dengan pikiranmu?"
...
"Saat mereka memberi nasehat, mereka sebenarnya bingung bagaimana cara yang tepat menyampaikannya padamu.. agar kamu kembali bangkit."
...
"Jika mereka terlalu banyak berbicara, mereka takut kamu merasa mereka hanya asal mengatakannya tapi tidak tahu bagaimana rasanya, oleh sebab itu mereka diam."
...
"Ketika mereka diam, pada saat itulah mereka khawatir."
...
"Tapi mereka yakin kamu bisa mengatasinya."
...
"Mereka hanya menunggu kamu siap untuk menceritakan segalanya."
...
"Boleh jadi, pada saat yang sama... mereka pun tengah terluka."
...
"Tapi mereka memilih bungkam, tahu kamu sedang bersedih."
Sebab dunia ini bukan hanya tentang dukaku.. Ini tentang duka semua orang. Tentang hati semua orang.
Ada banyak hati rapuh diluaran sana. Yang tetap bertahan meski telah sobek, telah tersayat, telah hancur.
Ada banyak air mata darah. Sebab pada dasarnya, kita adalah pengembara asing di dunia ini. Semua dengan halangan dan rintangannya masing-masing.
Hidup memberi kita pilihan, apakah kita akan berfokus dan terpuruk pada duka kita sendiri. Atau memilih menyibukkan diri membalut luka orang lain.
Ini bukan hanya tentang hatiku. Ini tentang hati semua orang.
Tentang Hati Semua Orang
4/
5
Post by
Ads Articles